Rabu, 15 Juni 2011

Manajemen Pendidikan Dalam Menghadapi Kreativitas Anak

Banyak kalangan yang belum puas dengan kualitas pendidikan di negara kita. Tentunya kita tidak jarang mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti: “pendidikan negara kita belum berkualitas”, “pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara lain”, “kapan kita akan maju kalau pendidikan kita berjalan di tempat”, dan lain sebagainya.

Para ahli pendidikan telah sepakat bahwa suatu sistem pendidikan dapat dikatakan berkualitas, apabila proses kegiatan belajar-mengajar berjalan secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak dan sebaik mungkin melalu proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan hasli yang bermutu serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah pendidikan yang bermutu dan efisien, maka perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidiakn yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan mutu pedidikan yang optimal, diharapkan akan menghasilkan keungugulan smber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang secara pesat.

Untuk dapat mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pedidikan yang mampu memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di antaranya adalah manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Masih banyak kita temukan fakta-fakta di lapangan sistem pengelolaan anak didik yang masih mengunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan tentunya kurang mmberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.

Perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental merupakan idikasi dari perkambangan anak didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkambangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh itu tidaklah salah bila teori kecerdasan majmuk yang diutarakan oleh Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkambangan anak didik yang bervariasi.

Maka penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik.

Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pdidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalu sebuah proses pengajaran diberikan. Dan sudah mafhum bahwa peserta didik memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara pesrta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Para pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai perbedaan yang ada pada mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan Tradisional Konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.

Undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus". Baik secara tersurat ataupun tersirat UU No.20 tersebut telah mengamanatkan untuk adanya pengelolaan pelayanan khusu bagi anak-anak yang memiliki bakat dan kreativitas yang tinggi.

Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri.

Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas.

Suatu yang tidak terbantahkan jika masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah.

Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.

Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.

Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni dan budaya. Amin

Daftar Pustaka
_________ Depdikanas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas, 2003.
Tilaar, Manajemen Pendidikan nasional ; Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1992.
Munandar, Utami, Kreativitas dan Keberbakatan; Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Jakarta : PT. Gramedia Pusataka Utama, 1999.
Husen dan Torsten, The Learning Society : Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 1995.
Syah,Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Terbaru, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1999.
Gordon Dryden dan Jeannette Voss, Revolusi Cara Belajar bag.1, Bandung : Kaifa 2000

Tips Mengatasi Anak Yang Malas Belajar

Beberap hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya “Ardi”, Ardi ini termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja, sekedar menuruti perintah orang tua.

Apa yang terjadi pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis siswa.
Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya. Betul Bu/Pak....? :D

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.

2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:

a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.

b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.

c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.

d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.

Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.

3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.

5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku ’tidak jujur’ melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.

Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.

Sumber Bacaan
http://anaprivat.blogspot.com/
www.keluargabahagia.com
http://id.answers.yahoo.com/

Motivasi Dalam Belajar

Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, seperti yang sudah saya bahas dalam tulisan terdahulu, bahwa kelangsungan dan keberhasilan proses belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak kalah penting dalam menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel Goleman (2004: 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.

Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar; seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan berhasil dengan maksimal.

Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945) dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu akan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya adalah orang ingin makan bukan karena lapar tetapi karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa kebutuhan tesebut tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu hanya untuk sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang tidak terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan kebutuhan tersebut (Maslow, 1954).

Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan termotivasi secara penuh dalam belajar. Setelah kebutuhan yang bersifat fisik terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat berikutnya adalah rasa aman. Sebagai contoh adalah seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasa dipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang telah terpenuhi kebutuhan harga dirinya, maka dia akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasa mampu/bisa, merasa berguna dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atau tertinggi yaitu jika seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk mengaktualisasikan sendiri meliputi kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.

Guru sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya. Seperti kebutuhan untuk berprestasi, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang berbeda satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak juga siswa yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa memiliki motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam bersaing dengan siswa lain.

Siswa yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang dirinya sebagai manusia dan tentang kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini merupakan cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya dan kemungkinannya tidak dapat dilihat oleh guru namun sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Gambaran itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

Berdasarkan pandangan di atas dapat diambil pengertian bahwa siswa datang ke sekolah dengan gambaran tentang dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun demikian adanya, guru tetap dapat mempengaruhi mapun membentuk gambarang siswa tentang dirinya itu, dengan tujuan agar tercapai gambarang tentang masing-masing siswa yang lebih positif. Apabila seorang guru suka mengkritik, mencela, atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilai diri mereka sebagai seorang yang tidak mampu berprestasi dalam belajar. Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak TK atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya minat belajar menjadi turun. Sebaliknya jika guru memberikan penhargaan, bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang mampu berprestasi. Penghargaan untuk berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa untuk belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang hebat, sedangkan dorongan untuk mencapai kesuksesan termasuk kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk berprestasi.

Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), “motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.” Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: 1) motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, 2) motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan (affective arousal), 3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas jelas kiranya bahwa motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya. Jadi motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang. Penjelasan mengenai fungsi-fungsi motivasi adalah:

1. Mendorong manusia untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai pengerak atau motor yang memberikan energi/kekuatan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
2. Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang harus ditempuh.
3. Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. (Ngalim Purwanto, 2002: 71)

Jenis-jenis motivasi1. Motivasi intrinsik, yang timbul dari dalam diri individu, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain.
2. Motivasi ekstrinsik, yang timbul akibat adanya pengaruh dari luar individu. Sperti hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu. (Tabrani, 1992: 120)

Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi siswa agar mereka memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki motivasi rendah dalam berprestasi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya. Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.

3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang paling kecil seperti, “beri tepuk tangan bagi si Budi…”, “kerja yang bagus…”, “wah itu kamu bisa…”.

5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas akan menganggu psikis siswa.

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.

8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Ini bisa dilakukan seperti pada nomor 6.

9. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching & Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya. Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.

10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik itu media visual maupun audio visual.

Sumber Bacaan:
Goleman, Daniel, Emitional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ, Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Tabrani Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.

Sabtu, 11 Juni 2011

Diangkat CPNS, 47 Ribu Honorer Tunggu SK

JAKARTA - Sekitar 47 ribu honorer tertinggal kategori I (yang dibiayai APBN/APBD) tinggal menunggu penetapan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,  EE Mangindaan untuk diangkat CPNS. 47 ribuan honorer tersebut merupakan hasil verifikasi dan validasi untuk instansi pusat maupun daerah yang dilakukan tim gabungan.

"Data yang kami dapat dari BKN ada 47 ribuan honorer tertinggal yang akan diangkat CPNS. Data ini tinggal diteken pak menteri sembari menunggu penetapan RPP tentang tenaga honorer tertinggal," ungkap Sekretaris Kemen PAN &RB Tasdik Kinanto, Minggu (22/5).

Sedangkan honorer kategori II (yang tidak dibiayai APBN/APBD) yang memenuhi syarat untuk mengikuti pengangkatan CPNS di 2012 mendatang sebanyak 600 ribu orang. Berbeda dengan honorer kategori I yang langsung diangkat CPNS, kategori II harus mengikuti seleksi sesama honorer. Yang lolos seleksi (tes tertulis, psikotes, kesehatan, dll) akan diangkat CPNS. Sedangkan yang tidak lolos seleksi diberikan kesempatan mengikuti jalur PTT (pegawai tidak tetap).

"Jadi nanti yang akan ditetapkan pak menteri itu ada dua. Honorer kategori I sebanyak 47 ribuan dan kategori II 600 ribu. Ini sudah mencakup honorer instansi pusat dan daerah. Tapi yang paling banyak memang dari daerah," terangnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, RPP Tenaga Honorer akan tetapkan pemerintah sekitar Juni mendatang. Saat ini, posisi RPPnya sudah dalam pembahasan dengan Menkopolhukam. Setelah itu dibawa ke presiden untuk diteken secara resmi.

Meski RPP honorer tertinggal ini mengatur tentang pengangkatan CPNS dari kategori I dan II, namun yang akan diselesaikan tahun ini baru honorer APBN/APBD. Honorer non APBN/APBD akan dilesaikan bertahap hingga 2013.
NASIONAL - HUMANIORA
Senin, 23 Mei 2011 , 01:18:00

Jumat, 03 Juni 2011

Amankan Account Facebook Dari Serangan Hacker

Tentu anda sudah tidak asing lagi dengan kata-kata facebook, yup icon smile Amankan Account Facebook Dari Serangan Hacker salah satu situs jejaring sosial ini memang bisa dikatakan sangat populer terutama di negara kita tercinta ini, indonesia menjadi pengguna facebook terbesar di dunia. namun seringkali kita mendengar cerita dari teman kita kalau account facebooknya tidak bisa diakses dan ternyata sudah ada yang merubah password dan segala macam informasi yang bisa digunakan oleh pemilik account aslinya sebagai jalan untuk recovery password.


Cara-cara yang dapat kita gunakan untuk mencegah account kita di hack oleh orang yang tidak bertanggung jawab adalah sebagai berikut :
  1. Pastikan password facebook anda terdiri dari huruf kapital, huruf kecil dan angka.. dengan ketiga kombinasi tersebut akan membuat sang hacker pusing dalam menerka karena password itu sifatnya case sensitive jadi salah satu huruf saja yang berbeda kapital atau tidaknya maka password dianggap salah. untuk panjang password saya menyarankan menggunakan lebih dari 10 karakter dan jangan sampai mudah ditebak orang lain !.
  2. Masih diseputaran masalah password, jangan pernah gunakan password yang sama antara password facebook dengan password email anda. karena jika passwordnya sama berarti hacker sudah mengambil alih email anda dan anda akan lebih sulit lagi untuk melakukan recovery password.
  3. Jangan pernah melakukan login dari halaman utama facebook, tetapi login melalui alamat https://login.facebook.com/login.php?login_attempt=1. mengapa demikian ? karena halaman utama facebook itu tidak terenkripsi sedangkan alamat yang kedua tadi menggunakan enkripsi, cara untuk mengetahui suatu halaman terenkripsi atau tidak bisa dilihat dari protokolnya. http:// untuk tidak terenkripsi (tidak aman) dan https:// untuk terenkripsi (aman).
  4. Selalu lakukan log out setiap kali anda menghentikan aktifitas facebook, jika pada komputer pribadi hal ini tidak terlalu menjadi masalah besar tetapi jika anda mengakses melalui warnet tentu saja ini masalah besar karena kemungkinan orang lain dapat mengakses akun anda tanpa harus bersusah payah.
  5. Setiap kali anda memasukkan email dan password pasti browser akan menampilkan pertanyaan untuk menyimpan email dan password tadi. sebaiknya jangan lakukan ini dimanapun, karena jika anda meng “iya” kan pertanyaan browser tadi maka orang lain bisa mengakses account anda hanya dengan cara mengetik email kemudian enter.
  6. Hati-hati dalam memberikan akses kepada sebuah aplikasi facebook, beberapa aplikasi telah terbukti dijadikan jalan untuk mencuri data-data pribadi anda.
  7. Hati-hati dalam mengakses facebook menggunakan Wi-Fi, karena dengan jaringan ini akan sangat mudah bagi seseorang untuk mencuri informasi yang masuk dan keluar dari notebook anda. lebih baik gunakan firewall jika tidak ingin hal ini terjadi.
  8. Ketika anda di warnet usahakan selalu menggunakan on-screen keyboard karena biasanya ada banyak user warnet lain yang mencoba memasang key logger yang tujuannya tak lain untuk mendapatkan password anda, tetapi dengan OSK pun masih bisa diintip dari komputer operator jadi pastikan operator warnet itu bisa dipercaya icon smile Amankan Account Facebook Dari Serangan Hacker . dan jika terpaksa menggunakan keyboard maka sebaiknya jangan langsung anda ketik password anda tetapi ketiklah sesuatu lalu hapus satu atau dua huruf kemudian ketik lagi dan hapus lagi sampai berkali-kali berulah anda ketik passwordnya.
Semoga artikel kali ini bermanfaat bagi kita semua.